Sumber : Kapitalisme, Modernisasi, dan Kerusakan Lingkungan oleh Prof.Dr.FX.Adji Samekto, SH, MH
Berbagai kerusakan lingkungan bersifat lintas batas negara kemudian muncul di dunia seperti perusakan lapisan ozon, terjadinya pemanasan global, berkurangnya keragaman hayati, terjadinya hujan asam, dan juga kerusakan-kerusakan lingkungan yang bersifat lokal. Terjadinya kerusakan lingkungan di negara-negara Dunia Ketiga merupakan ancaman bagi negara kapitalis karena berarti terancamnya pasokan bahan baku atau bahan mentah, yang sebenarnya harus dijaga kenerlanjutannya. Edith Brown Weiss, menyatakan bahwa secara garis besar ada tiga tindakan generasi dulu dan sekarang yang sangat merugikan generasi mendatang di bidang lingkungan yaitu:
Pertama, konsumsi yang berlebihan terhadap sumber daya berkualitas, membuat generasi mendatang harus membayar lebih mahal untuk dapat mengonsumsi sumber daya alam yang sama;
Kedua, pemakaian sumber daya alam yang saat ini belum diketahui manfaat terbaiknya secara berlebihan, sangat merugikan kepentingan generasi mendatang, karena mereka harus membayar inefisiensi dalam penggunaan sumber daya alam tersebut oleh generasi dulu dan sekarang membuat generasi mendatang tidak memiliki keragaman sumber daya alam yang tinggi.
Untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam (yang akan menjamin keberlanjutan bahan baku) inilah World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 merumuskan konsep yang kemudian kita kenal dengan sebutan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development.Didalam laporannya yang berjudul Our Common Future, WCED mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan sebagai : "Pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan hari ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya".
Sebenarnya ide tentang (konsep) Pembangunan Berkelanjutan bukan sesuatu yang muncul begitu saja pada tahun 1987. Konsep ini sesungguhnya secara implisit telah ada di masyarakat tradisional di berbagai bangsa sejak masa lalu. Untuk pertama kalinyaa negara-negara didunia merumuskan pengertian Pembangunan Berkelanjutan didalam 1972 Stockholm UN Conference on Human Environment, yang kemudia dituangkan dalam Prinsip II Deklarasi Stockholm sebagai berikut:
"The natural resources of the earth, including the air, water, land, flora and fauna and especially representative samples of natural ecosystem, must be safeguarded for the benefit of present and future generations through careful planning or management, as appropriate".
Jadi, prinsip II Deklarasi Stockholm menyatakan bahwa sumber daya alam harus diselamatkan demi keuntungan (kesejahteraan) generasi kini dan mendatang melalui perencanaan atau pengelolaan yang secermat mungkin. Daud Silalahi menyatakan, pentingnya Deklarasi Stockholm 1972 bagi negara-negara yang terlibat dalam Konferensi dapat dilihat dari penilaian negara-negara peserta yang menyatakan bahwa Deklarasi Stockholm merupakan a first step in developing international environmental law. Sebagai tindak lanjut dari Konferensi Stockholm 1972, PBB membentuk World Concervation Union yang bertugas menyusun Rencana Aksi (Action Plan) Lingkungan Hidup Manusia. Rencana Aksi tersebut disusun berdasarkan pengelompokkan semua rekomendasi dan tindakan-tindakan yang dapat diterima oleh Konferensi, selanjutnya diadakan identifikasi program yang bersifat lintas batas guna kepentingan perlindungan lingkungan. Untuk melaksanakan program itu, PBB membentuk United Nations Environmental Development (UNED) berkedudukan di Nairobi, Kenya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar